Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2008

Ngampus pake Sepeda? Kenapa tidak!

Setelah sekian lama tidak menggunakan alat transportasi ini, akhirnya keadaan pula yang memaksa romantisme ini kembali berulang. Sepeda, satu dari sekian jenis kendaraan yang tempatnya semakin terpinggirkan, menjadi penolongku disaat sepeda motor kini tak lagi jadi tunggangan. Hanya sementara memang, tetapi kondisi yang demikian mampu mengingatkan pada sebuah cerita masa lalu. Masa ketika aku menggunakan sepeda untuk menuntut ilmu di bangku SMP. Inilah hikmah dari pelbagai rentetan cobaan yang aku alami. Aku putuskan “memarkir” sepeda motor untuk sementara waktu, jadilah diri ini menjadi seorang biker dadakan. Situasi yang sebenarnya serba sulit dan tidak aku inginkan sebelumnya. Disaat kondisi luka badan belum sembuh sepenuhnya, aku dituntut tetap “nyaman” mengendarai sepeda. Yap, meskipun demikian, aku tetap harus menjalani ini apa adanya. Harus ku buang jauh-jauh rasa protes terhadap kondisi yang tidak menguntungkan ini. Ikhlas, itu kuncinya, dan aku pun kini bersiap menjalani le

Jajak Pendapat, Racun dalam Demokrasi?

Dalam diskursus demokrasi, kebebasan berpendapat diposisikan pada tempat yang mulia. Setiap individu bebas menyampaikan pendapat dan gagasannya. Tentunya kebebasan berpendapat yang dimaksud disini adalah kebebasan berpendapat yang bertanggungjawab. Asalkan masih dalam koridor diskusi rasional, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk terlibat dalam diskusi publik. Kini, 10 tahun sudah bangsa ini menjalani era reformasi. 2 kali melaksanakan Pemilu, telah menghasilkan 4 rezim berbeda. Dalam rentan waktu satu dasawarsa ini, bangsa ini masih terus belajar memaknai esensi demokrasi yang sesungguhnya. Demokrasi seperti apakah yang diinginkan oleh bangsa berpenduduk hampir seperempat milyar jiwa ini? Apakah demokrasi yang menjurus pada efek positif, atau justru yang membawa Negara ini pada jurang yang lebih curam. Menakar apakah bangsa ini sudah melaksanakan amanat reformasi bukanlah perkara yang mudah. Meskipun demikian, bila diperbolehkan melakukan penilaian terhadap proses yan

Sepekan tanpa Laptop

Hampir sepekan sejak aku mengalami kecelakaan yang mengerikan, hampir sepekan itu pula aku tidak menyentuh laptop kesayanganku. Sejak pekan lalu, aku memutuskan untuk meninggalkan barang rapuh tersebut di kamar kos tercinta. Ku pinta teman satu kosku untuk mengurus segala kerusakan yang turut dialaminya. Tentu tidak lain akibat kecelakaan tersebut. Meski sempat diliputi perasaan was-was dan berpikiran yang bukan-bukan, akhirnya ku mendapatkan kabar yang melegakan. Tidak terjadi kerusakan serius dan semua data di dalam laptop Insya Alloh terselamatkan! Sungguh tidak terbayangkan, jika saja laptop itu mengalami kerusakan parah, apalagi jika file-file di dalamnya tidak terselamatkan. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula… Aku dan laptopku Aku tak tahu apakah ini yang dinamakan ketergantungan yang berlebihan. Aku pun tidak paham apakah ini merupakan bagian dari gaya hidup manusia modern. Yang jelas, Laptopku bisa dibilang menyimpan separuh dari kekayaan intelektualku. Jadilah s

Masa Muda

Mumpung masih muda...hidup ya dinikmati saja.... Sobat sekalian, Ucapan seperti ini mungkin sudah sering kita dengar. Orang-orang disekeliling kita, baik teman, saudara, bahkan beberapa orang tua sering kali melontarkan kalimat shahih ini. Sebagai makhluk yang dibekali daya pikir oleh Alloh ta’ala. Aku pun berpikir, sebenarnya apa yang terkandung dalam rangkaian kalimat tersebut. Setelah melalui perjuangan yang maha berat (serius nich..), maka muncul lah dua tafsir dalam memahami kalimat tersebut. Tafsir pertama menyatakan, dalam menyikapi kelapangan masa muda, sudah selayaknya kita menikmatinya dengan menyalurkan di kegiatan yang positif. Positif yang ku maksud adalah terus berkarya. Apa yang dimaksud berkarya? Dikatakan berkarya bila sebagai seorang individu, dia mampu memaksimalkan potensi diri untuk terus produktif dalam segala hal. Baik yang berujung pada kontribusi pada diri sendiri, dan masyarakat tentunya. Sedangkan tafsir kedua menyatakan, mumpung masih muda, ya dinikm

Jum’at yang Kelam (Part.2)

Continued..... Perjalanan dikesempatan kedua Sesuai dengan yang sudah ku rencanakan sebelumnya. Selesai menunaikan shalat jum’at, aku akan memulai kembali perjalanan yang sempat tertunda. Meski kondisi badan masih merasakan pegal-pegal dan nyeri di sekujur tubuh, tidak ada alibi untuk menunda perjalanan ini. Di blora sudah menanti seabrek tugas yang harus kuselesaikan. Aku tidak mau mengingkari amanah yang sudah dibebankan teman-teman. Jadilah dengan ketetapan hati, tepat pukul 13.15 aku mulai membuka lembaran baru, memulai perjalanan panjang menuju kota kecil tercinta. Awalnya perjalanan berjalan normal, tanpa ada hambatan yang berarti. Kota demi kota kulalui dengan mantab. Meski, sebenarnya perasaan was-was sempat menghinggapi diri, jikalau hujan lebat nantinya datang menghampiri. Ku amati dari kejauhan, gumpalan awan mendung mulai menampakkan batang hidungnya. Dan ternyata dugaan ini pun benar adanya. Beberapa kilometer menjelang kedung ombo, hujan rintik mulai turun. Huj

Jum'at yang Kelam (Part 1)

Jum’at, 7 november 2008. Tidak ada yang special di hari ini. Awalnya, semua berjalan seperi hari-hari biasa. Terbangun pukul 4.00 pagi, diri ini ku tuntun untuk melaksanakan kewajiban sebagai muslim. Ya, sholat subuh berjama’ah. Dalam islam, seorang laki-laki muslim memang diwajibkan untuk menjaga sholat berjama’ah di masjid. Bagaimana pun kondisinya, bila tanpa ada alasan yang disyari’atkan, tidak ada keringanan bagi seorang laki-laki untuk tidak beranjak ke masjid. Hanya 20 menit, waktu yang singkat untuk menghamba pada sang penciipta. Selesai menunaikan kewajiban tersebut. Bersiaplah diri ini untuk menyambut perjalanan jauh nan melelahkan. Pulang ke Blora!. Alangkah senangnya, setelah sebulan melalui penatnya aktifitas perkuliahan. Kini, tiba saatnya untuk melepas segala kerinduan yang membuncah dalam dada. Keluarga, teman-temanku semua, aku sudah merindukan kalian..hmm.. Demi Alloh sang penguasa kehidupan, Andai kan semua rencana berjalan dengan semestinya. Tentunya hanya a