Masa Muda

Mumpung masih muda...hidup ya dinikmati saja....

Sobat sekalian, Ucapan seperti ini mungkin sudah sering kita dengar. Orang-orang disekeliling kita, baik teman, saudara, bahkan beberapa orang tua sering kali melontarkan kalimat shahih ini. Sebagai makhluk yang dibekali daya pikir oleh Alloh ta’ala. Aku pun berpikir, sebenarnya apa yang terkandung dalam rangkaian kalimat tersebut.

Setelah melalui perjuangan yang maha berat (serius nich..), maka muncul lah dua tafsir dalam memahami kalimat tersebut. Tafsir pertama menyatakan, dalam menyikapi kelapangan masa muda, sudah selayaknya kita menikmatinya dengan menyalurkan di kegiatan yang positif. Positif yang ku maksud adalah terus berkarya. Apa yang dimaksud berkarya? Dikatakan berkarya bila sebagai seorang individu, dia mampu memaksimalkan potensi diri untuk terus produktif dalam segala hal. Baik yang berujung pada kontribusi pada diri sendiri, dan masyarakat tentunya.

Sedangkan tafsir kedua menyatakan, mumpung masih muda, ya dinikmati saja. Mungkin ungkapan utopis muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga bisa menggambarkan kondisi tersebut. Masa muda sangat disayangkan bila tidak digunakan untuk berbuat semau gue. Asalkan dapat memenuhi hasrat pribadi, semuanya dilakukan demi mendapatkan jati diri semu. (haiyoo…tanya kenapa ?!)

Kini, yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, berada dalam posisi mana kita? sudah kah kita mencoba untuk terus berkarya dimasa muda. Atau kah kita hanya menjadi duri dalam daging bagi lingkungan sekitar kita? atau jangan-jangan kita tidak berada dalam dua kutub tersebut, dan memilih menjadi orang yang be asa be asa saja?

Hanya diri kita sendiri yang dapat menjawabnya. Yang jelas, selama diri ini masih bisa menghirup segarnya udara dunia. Selama fisik ini masih diberi kelapangan yang tidak terkira manfaatnya, tidak ada kata terlambat untuk terus memperbaiki diri. Mumpung masih diberi kesempatan Dzat penggenggam kehidupan alam semesta. Kenapa tidak kita pergunakan sebaik mungkin?

Gejolak masa muda

masa muda, masa penuh kenangan. Ungkapan tersebut memang tidak salah. Dimasa muda kita mulai mencari jati diri yang sebenarnya. Dimasa muda kita mulai belajar bertanggungjawab terhadap diri sendiri. Memilih mana yang baik, mana yang buruk. Mana perbuatan yang bermanfaat, mana yang sia-sia. Pokoknya, difase inilah kita mulai dipahamkan oleh banyak hal tentang makna kehidupan.

Oia, ada satu lagi yang ketinggalan! Dimasa ini pula, kita mulai terpesona dengan lawan jenis. (Tapi eits..tunggu dulu. Yang terakhir ini harus pandai-pandai di jaga ya!) hmm…maka, Jadilah masa muda, masa yang paling indah untuk dikenang. Masa sejuta cerita…

Lalu, seperti apakah potret anak muda zaman sekarang? Sebelumnya, tulisan ini bukan bermaksud untuk menjustifikasi atau pun melontarkan celaan pada anak muda zaman sekarang. Hanya sekadar laku kontemplatif terhadap fenomena zaman sekarang. Inilah kenyataan yang ada. Generasi muda sekarang harus segera diselamatkan. Mengapa? Ya, ibarat orang yang mengalami sakit, sakit parah lah yang sedang dideritanya.

Tidak berlebihan memang, kecenderungan salah dalam bergaul, profil kebarat-baratan, pemujaan terhadap matrealisme jadi hal yang lumrah. Parahnya lagi, media terutama media elektronik turut membentuk kepribadian anak muda zaman sekarang. Generasi saat ini sering disebut sebagai generasi MTV. Sebutan ini tidak lebih karena duplikasi terhadap tingkah laku selebritis barat yang sarat dengan kehidupan glamournya.

Jika demikian adanya, benarkah pantas generasi ini disebut sebagai generasi penerus bangsa? Lebih lanjut, generasi seperti apakah yang dibutuhkan oleh bangsa yang juga sedang sakit ini? Alangkah Beruntung bagi mereka yang mampu menggiring masa mudanya pada hal positif. Namun, celakalah bagi mereka yang hanya bersenang-senang dengan masa mudanya, yang pada akhirnya membawa dirinya untuk meratapi kelamnya masa muda.

So, apa solusinya?

Seperti yang aku sebutkan tadi, dimasa muda pada hakikatnya kita mulai berlatih bertanggungjawab terhadap diri sendiri. Jangan lah mengharapkan pertolongan besar dari orang tua, layaknya fase dimana kita masih pantas untuk mendapat perhatian berlebih dari mereka. Jangan sekali-kali bergantung pada uluran tangan sahabat dekat kita, karena tidak semua “sahabat dekat” merupakan sahabat sejati yang mau mengarahkan kita pada jalan yang benar. Pilihan-pilihan itu mutlak ada di tangan kita!

Izinkanlah melalui tulisan ini, aku membantu memberi pilihan terbaik pada sobat semua. Ada resep dari da’I kondang yang kini sudah meredup popularitasnya. Aa gym demikian, ia sering dipanggil menawarkan tiga resep sederhana. Namun, luar biasa. Resep untuk merubah wajah bangsa, pertama, mulailah dari diri sendiri. Satu teladan lebih utama dari seribu nasehat. Kalimat hikmah tersebut seharusnya melekat pada sanubari kita.

Bagaimana mungkin kita selalu menggembar-gemborkan mengajak pada kebaikan. Namun, untuk “menghias” kepribadian pun tidak sanggup. Sesungguhnya, nasehat tulus dari pribadi yang memancarkan cahaya kewibawaan, mampu menggetarkan tiap jiwa yang mendengarkannya. Tiap hati akan mulai tergerak akibat lembut tutur katanya. Maka, mulai dari sekarang bertekadlah untuk menjadi pribadi yang terbaik. Pribadi yang berdedikasi untuk diri sendiri dan orang-orang disekitarmu!

Kedua, mulailah dari yang terkecil. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang serba instan. Semuanya pasti melampaui proses tertentu. Bahkan, mie instan sekalipun, butuh kemampuan untuk mengolahnya sebelum kita dapat menyantapnya. Bila segalanya butuh proses, maka jadikan lah setiap perbuatan yang kita lakukan bernilai kebaikan. Tidak peduli seberapa besar manfaatnya bagi orang lain, karena sesungguhnya tiap-tiap perbuatan pasti akan mendapat balasan yang setimpal.

Ingatlah cerita seorang pelacur, yang akhirnya mendapat keridhoan-Nya hanya karena memberi minum air seekor anjing yang sedang kehausan. Disebutkan sang pelacur rela masuk ke dalam sumur untuk mengambilkan air si anjing. Diambil lah air dalam sumur dengan sepatu yang dia punya. Dia gigit sepatu itu, dan diberikanlah barang seteguk dua teguk air pada binatang tersebut.

Sobat, bila saja pijakan kecil yang kita lakukan, pada akhirnya menjadi langkah awal untuk meraih perubahan. Bukan kah senyum simpul yang akan merekah di bibir kita? Jangan pernah meremehkan tiap amalan, yang terpenting adalah kontinuitas. Itu kuncinya!

Ketiga, mulailah dari saat ini. Untuk apa menunda setiap momen kebaikan yang bisa kita jalankan? Bukan kah sebuah penundaan akan berujung pada penundaan di waktu berikutnya. Sungguh penulis pun masih berusaha melawan “penyakit” menunda. Namun, bila diri ini sudah memiliki ketetapan hati yang kokoh, tidak ada alasan lagi untuk menunda setiap kebaikan yang dapat kita jalankan.

Jangan biarkan momen kebaikan yang bersiap menghampiri kita, kita acuhkan begitu saja. Jika demikian yang kita lakukan, bersiaplah peluang kebaikan itu direbut oleh orang lain. Rela kah kiata dengan yang seperti itu? Semoga tidak.

Sobat sekalian, tulisan ini tidak akan pernah bermanfaat jika kita tidak mencoba mengamalkannya. Semoga kita diberik kekuatan untuk senantiasa berbuat kebaikan dijalan yang diridhoi-Nya.

Wallohu ta’ala alam…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009