Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2009

Matinya Humanisme

Dunia ini sudah tua. Konon katanya, masyarakat sudah memasuki era postmodernisme. Rasanya tidak perlu saya membahas Postmodernisme di tulisan ini. Yang jelas, konsep matrealisme telah membuat individu hanya “mau” memikirkan dirinya sendiri. Inilah era objektivasi yang berlebihan. Dampak dari “fiqroh” semacam ini tidak lain, semakin jelasnya perbedaan antara si kaya dan si miskin. **************************************************** Karena saya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM. menjadi menu wajib saya, untuk setiap paginya mengupdate berita yang beredar di televisi. Seperti biasa, saya mulai pagi itu dengan mengonsumsi beragam newscast yang menawarkan jenis berita langsung (straight news). Yap, saya membutuhkan kebaruan informasi. TVone, Metro TV, dan RCTI menjadi channel pilihan terdepan. Hmm, mungkin anda bertanya-tanya. lantas dimana posisi SCTV dengan liputan 6-nya? Secara pribadi, saya memang tidak menyukai gaya bahasa yang mereka pakai. Istilah jawanya terlalu “lebay”.

Awal dari Perjalanan Panjang

Perhitungan suara telah usai. Pilihan mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UGM (yang punya hak pilih) akhirnya dapat diketahui bersama. Setelah melalui proses yang berlarat-larat. Secara de facto saya bersama Aish diberikan kesempatan untuk “mampir” berkarya di Jurusan ini. Jurusan Ilmu Komunikasi memang spesial. Minimal bagi lingkungan FISIPOL sendiri. Saking spesialnya hingga diperlukan waktu lebih dari sepekan, khusus untuk masa pencontrengan saja. Dari pelbagai proses yang saya jalani, mulai dari masa lobbying hingga akhirnya resmi ditetapkan sebagai calon ketua Komako. Terekam berbagai cerita luar biasa. Ya, saya telah belajar tentang bannyak hal. Tentang kebersamaan, pengorbanan, kerja keras, dan tentunya kesabaran. Kini, tidak ada yang perlu membusungkan dada, merasa lebih jumawa dibanding yang lain. Jurusan ini telah menentukan pilihan dan harapan saya, pilihan ini nantinya dapat diterima oleh berbagai pihak. Diawali dengan proses yang sehat, semoga saja ke depannya menghasilkan s

Pembunuhan, Korupsi, dan Permainan Politik

Maaf jika judul tulisan saya kali ini agak memuakkan (konon setiap orang sudah bosan mendengar, apalagi membaca kata-kata di atas). Maaf juga bila nantinya tulisan ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk sangkaan yang berlebihan. Hanya sebagai bentuk protes terhadap apa yang saya lihat dan saya rasakan. Kegelisahan yang berkecamuk dalam diri, hingga saya tertarik untuk menumpahkannya dalam rangkaian kata-kata ini. Semua ini berawal dari kejenuhan saya terhadap menu berita. Setelah dibombardir dengan berita seputar Pemilu. Kini, saya (dan tentunya dialami teman-teman semua) disuguhi drama dijeboskannya Ketua KPK non-aktif berinisial AA ke dalam bui. Motif yang dihadirkan sungguh menggelikan. Pejabat elit KPK ini terlibat cinta segitiga dengan RJ dan NZ. Nama terakhir seperti yang kita ketahui bersama merupakan pejabat BUMN yang beberapa bulan lalu tewas dalam aksi pembunuhan, sesaat setelah pulang dari bermain golf. Realitas yang saya tangkap dari media, menuntun saya untuk sedikit iseng m

Surat Cinta Hacker

Seandainya hatimu adalah sebuah system, maka aku akan scan kamu untuk mengetahui port mana yang terbuka Sehingga tidak ada keraguan saat aku c:\> nc -l -o -v -e ke hatimu,tapi aku hanya berani ping di belakang anonymouse proxy, inikah rasanya jatuh cinta sehingga membuatku seperti pecundang atau aku memang pecundang sejati whatever! Seandainya hatimu adalah sebuah system, ingin rasanya aku manfaatkan vulnerabilitiesmu, pake PHP injection Terus aku ls -la; find / -perm 777 -type d,sehingga aku tau kalo di hatimu ada folder yang bisa ditulisi atau adakah free space buat aku?. apa aku harus pasang backdor “Remote Connect-Back Shell”jadi aku tinggal nunggu koneksi dari kamu saja, biar aku tidak merana seperti ini. Seandainya hatimu adalah sebuah system, saat semua request-ku diterima aku akan nogkrong terus di bugtraq untuk mengetahui bug terbarumu maka aku akan patch n pacth terus,aku akan jaga service-mu jangan sampai crash n aku akan menjadi firewallmu aku akan pas

Media dan Masyarakat Demokrasi

Dalam menjalankan fungsinya, media dapat dilihat dalam tiga perspektif. Tiga perspektif tersebut yakni, perspektif ekonomi, perspektif sosiologis, dan perspektif politik. Perspektif ekonomi menyatakan bahwa media merupakan institusi yang dapat diposisikan sebagai alat untuk meraih keuntungan. Media diibaratkan sebagai barang dagangan oleh pemiliknya. Perspektif kedua, yakni perspektif sosiologis menyatakan bahwa media merupakan sebuah institusi yang berperan sebagai agen social. Croteau dan Hoynes menyatakan sebagai berikut : “ The media play a crucial role in almost all aspects of daily life. However, their influence is not limited to what we know. The sociological significance of media extends beyond the content of media messages. Media also affect how we learn about out world and interact with one another. That is, mass media are bound up with the process of social life ”(Croteau and Hoynes, 1997 :15). Dari pendapat Croteau dan Hoynes diatas dapat disimpulkan bahwa media mempu

Puzzle

Puzzle. Ada apa dengan puzzle hingga saya harus memikirkannya? Hmm..Tentu yang saya maksud disini bukan arti sesungguhnya dari puzzle (puzzle : teka-teki). Namun, puzzle yang saya maksud yakni benda yang mungkin diantara kita dahulu sering memainkannya. Ya, dia adalah permainan teka-teki yang menuntut seseorang untuk menyusun potongan-potongan gambar, menjadi pola yang sempurna. Memainkan puzzle hanya membutuhkan sedikit ketelitian dan kesabaran. Selanjutnya, tergantung kita memainkan intuisi untuk menyusun potongan-potongan gambar yang ada. Layaknya sebuah permainan. Bermain puzzle pun ada aturan mainnya. Ada hukum-hukum yang musti ditaati. Sangat diharamkan meninggalkan satu bagian pun dari potongan-potongan gambar tersebut. Kehilangan satu potongan saja sudah membuat pola tersebut tidak sempurna alias cacat. Oleh karena itu, setiap potongan-potongan pola mempunyai kedudukan yang sama. Mereka saling melengkapi untuk membentuk pola yang sempurna. Puzzle bernama JIK Belakangan