Media dan Masyarakat Demokrasi

Dalam menjalankan fungsinya, media dapat dilihat dalam tiga perspektif. Tiga perspektif tersebut yakni, perspektif ekonomi, perspektif sosiologis, dan perspektif politik. Perspektif ekonomi menyatakan bahwa media merupakan institusi yang dapat diposisikan sebagai alat untuk meraih keuntungan. Media diibaratkan sebagai barang dagangan oleh pemiliknya. Perspektif kedua, yakni perspektif sosiologis menyatakan bahwa media merupakan sebuah institusi yang berperan sebagai agen social. Croteau dan Hoynes menyatakan sebagai berikut :

“ The media play a crucial role in almost all aspects of daily life. However, their influence is not limited to what we know. The sociological significance of media extends beyond the content of media messages. Media also affect how we learn about out world and interact with one another. That is, mass media are bound up with the process of social life ”(Croteau and Hoynes, 1997 :15).

Dari pendapat Croteau dan Hoynes diatas dapat disimpulkan bahwa media mempunyai peran yang sangat signifikan dalam membentuk pola pikir manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Media dijadikan sebagai salah satu referensi utama yang dapat mempengaruhi perilaku tiap individu.

Sedangkan perspektif politik, menyatakan bahwa media merupakan institusi yang menyajikan informasi dengan membawa ideologi tertentu. Setiap pesan yang dikonstruksi media pastinya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dalam konteks yang lebih luas media diibaratkan sebagai pihak yang mampu menjadi oposan bagi pemerintah.

Dalam konteks negara demokrasi. Media memainkan peran penting dalam dinamika perpolitikan negara. Media dapat menjalankan fungsi pelayan kepentingan publik. konsepsi media sebagai pelayan kepentingan publik itulah yang melekatkan peran public watchdog melekat pada media. Media diharapkan menjadi pilar keempat dalam demokrasi, yang setia mengritisi kebijakan-kebijakan pemerintah.

Media dalam Demokrasi Liberal

Prinsip dari demokrasi liberal, seperti yang kita pahami saat ini merupakan bentuk kritik terhadap sistem otokrasi yang dikembangkan oleh kaum borjuis eropa.[1] Gerakan ini dimulai pada awal abad ke-16 dan mencapai titik kulminasinya pada revolusi prancis tahun 1789. Dengan slogan “liberty, Equality, and Fraternity”, demokrasi liberal menjadi oposan biner bagi struktur politik Monarki Absolut dari masyarakat eropa di masa itu.

Inti dari gerakan ini adalah menciptakan kesetaraan hak-hak publik untuk dapat turut serta dalam penentuan kebijakan politik. Dalam sistem demokrasi liberal, penyaluran hak-hak publik menjadi penting terkait dengan legitimasi dari kekuatan politik.[2] Dalam konteks media dan demokrasi. Isu ruang publik menjadi diskursus yang tidak pernah lekang dimakan zaman. Lantas, apakah yang dimaksud dengan ruang publik dan sistem kepublikan itu?

Perihal Ruang Publik

Sistem kepublikan merupakan tata aturan tentang bagaimana negara (state) dan masyarakat (society) secara bersama-sama menjalankan kehidupan bagi warga. Bila fokus dalam kehidupan ini adalah terciptanya civil society (masyarakat warga), maka dalam ranah tersebut, kita akan mengenal dua pihak yang disebut dengan Negara (state) dan publik. Dari situlah kini kita mengenal istilah public sphere. Istilah yang dipopulerkan oleh Juergen Habermas pada dekade 1960-an.

Public sphere/ruan$g publik pada dasarnya merupakan suatu kondisi/situasi bertemu dan berinteraksinya publik dengan negara, berlangsung dalam ruang fisik (public space) dan ruang non fisik / sistem kepublikan (public system). “Terbangun atas orang per orang yang secara bersama disebut publik yang mengartikulasikan kepentingan/kebutuhan masyarakat/ bersama dengan/melalui negara.” (Habermas 1962:176)

Ketika berbicara tentang ruang publik, maka kondisi yang ideal ruang public seperti yang disebut Curran (1992: 83) bersifat independen, bebas dari tekanan ekonomi, dan partisan. Ruang publik diciptakan untuk memberi kesempatan pada publik untuk turut serta dalam debat publik yang bersifat rasional. Ruang publik diharapkan dapat menjadi zona bebas dan netral yang di dalamnya berlangsung dinamika kehidupan warga secara personal/individu, yang bersih/terbebas dari kekuasaan negara, pasar dan kolektivisme (komunalisme).

Pembacaan terhadap syarat-syarat yang dihadirkan oleh Habermass memang dapat menimbulkan pesimisme dalam usaha mewujudkan konsep ruang publik. dewasa ini, media yang berkembang dominan dipenuhi oleh kepentingan ekonomi dan politik kelompok tertentu. dampaknya, kepentingan publik sering terabaikan karena media hanya dipandang sebagai alat politik dan ekonomi yang bersifat partisan.

Akan tetapi, meski sangat sulit menghadirkan model ruang publik yang ideal. Ada beberapa poin penting yang dapat dijadikan ukuran ideal media dalam masyarakat demokrasi. Seperti yang diungkapkan oleh McNair, kelima fungsi itu yakni :

Pertama, media harus memberikan informasi pada warga tentang apa yang terjadi disekitarnya. Kedua, media harus mengedukasi warga pada pemaknaan dan sifnifikansi sebuah fakta. Ketiga, media harus menghadirkan sebuah platform pada wacana politik publik dan memfasilitasi pembentukan opini publik. Keempat, melaksanakan peran watchdog of journalism. Kelima, media menjadi saluran advokasi bagi sebuah pandangan politik.


[1] Brian McNair. 2003. An Introduction to Political Communication. London : Routledge. Hal. 16

[2] Ibid. hal. 17

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009