Mendirikan Shalat Dhuha
Sesuai dengan
judul di atas. Tulisan saya kali ini akan membahas perihal Shalat Dhuha. Shalat
sunnah yang mungkin sudah sering di dengar oleh kalangan muslimin, akan tetapi
tidak jarang dilalaikan.
***
Jika ada alasan yang membuat Shalat Dhuha
ditinggalkan, maka alasan berikut bisa sedikit menjelaskan. Pertama, waktu Dhuha adalah waktu ketika
orang mulai disibukkan dengan kesibukan dunia. Yang menuntut ilmu, disibukkan
dengan kegiatan pendidikannya. Sedangkan yang berjuang mengais rezeki,
disibukkan dengan perkara kelangsungan asap dapurnya. Maka tidak jarang
perputaran waktu yang begitu cepat membuat seseorang melalaikan Shalat Dhuha. Kedua, sekalipun sering disebut, tidak
jarang banyak diantara muslimin yang tidak mengetahui betapa Shalat Dhuha
mempunyai keutamaan-keutamaan yang menjadikannya amat spesial. Maka melalui tulisan singkat ini, semoga
dapat membuat saya dan siapapun yang membacanya lebih semangat untuk
menghidupkan waktu dhuha dengan amalan yang mulia di sisi Allah Azza wa Jalla.
***
Dhuha secara etimologis dapat diartikan
waktu matahari sepenggalah naik. Dalam beberapa buku yang saya baca, waktu
sepenggalah naik merupakan waktu ketika matahari sudah bergeser naik tujuh
hasta dari terbitnya. Sederhananya, dalam bilangan jam, waktu sepenggalah naik
berkisar antara pukul 7 pagi. Lantas, apa pentingnya waktu dhuha bagi seorang
muslim? Jawabnya dapat kita lacak dari sumber dari segala sumber hukum bagi
seorang muslim , yakni Qur’an dan Sunnah.
Kata Dhuha dapat
kita temui dalam 2 surat yang terdapat
di Juz 30. Di surat Ad Dhuha, Allah berfirman : “Demi waktu Dhuha (waktu
sepenggalah naik), (QS.93 :1)”. Kemudian di surat As Syams: “Demi Matahari di
waktu pagi hari (Dhuha), (QS 91 : 1). Dua ayat tadi menunjukkan kekhususan waktu
dhuha. Jika Allah sampai bersumpah dengan firmannya, tentu ada yang menjadikan
waktu dhuha mempunyai keutamaan dibandingkan waktu yang lain. Lebih lanjutnya,
mari kita bahas satu per satu perihal Shalat Dhuha.
Kita mulai
dengan dasar pelaksanaan ibadah (dalil). Dalam perkara ibadah, dalil berada di
tempat paling utama. Tanpa ada dasar yang kuat, sebuah perbuatan yang kita kira
bernilai ibadah, bisa saja jatuh pada perbuatan bid’ah (amalan yang tidak
diajarkan oleh Rasulullah Saw). Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya
menyandarkan diri pada sebuah dalil yang kuat dalam beribadah. Terkait dengan
Shalat Dhuha, berikut saya sarikan dalil-dalil berkaitan dengan Shalat Dhuha :
Jumlah
rakaat sholat dhuha itu adalah 2, 4, atau 8 rakaat dengan sekali salam saja.
Hal ini sesuai dengan dalil-dalil berikut ini:
Abu hurairoh
r.a. berkata, “Kekasihku (Nabi SAW) telah mewasiatkan aku dengan 3 perkara;
shaum 3 hari setiap bulan, dua rakaat dhuha, dan witir sebelum saya tidur”.
(Shahih al-bukhari)
Ditanyakan
kepada ‘Aisyah, “Apakah rasulullah SAW mengerjakan sholat dhuha?” Beliau
menjawab, “Ya, beliau sholat 4 rakaat dan melebihkannya sekehendaknya.” (Shahih
Muslim, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad Ibnu Hanbal)
Dari hadits
‘Aisyah tersebut ada juga pendapat yang mengatakan sholat dhuha itu minimal 2
rakaat namun bisa ditambah sekehendaknya dengan kelipatan 2 rakaat dengan cara
tiap 2 rakaat salam. Wallohu ‘alam…
Ummu Hani’ r.a.
berkata, “Rasulullah berdiri untuk mandi; maka Fatimah menghalanginya, lalu
beliau mengambil pakaiannya kemudian berselimut dengan pakaian itu, lalu sholat
8 rakaat shalat sunnat dhuha.” (Shahih Muslim, Musnad Al-Harits)
Lantas apa yang
menjadikan Shalat Dhuha sebagai amalan spesial? Maka simaklah beberapa keutamaan
/ Fadhilah sholat dhuha:
- Pahalanya dinilai seperti mengerjakan ibadah umroh
“Dari Abu Umamah
r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Barangsiapa yang keluar dari rumahnya
dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti
seorang yang melaksanakan haji. Barangsiapa yang keluar untuk melaksanakan
shalat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan umrah.’” (Shahih
Al-Targhib: 673).
- Allah akan mencukupi kebutuhan kita
Rasulullah
menyampaikan hadits qudsi (hadits yang merupakan firman Allah swt namun
redaksinya dari Nabi saw) bahwa dengan shalat dhuha, Allah SWT akan menjamin
kebutuhan orang yang melaksanakannya. Dari Nuaim bin Himan al-Ghothofani, dari
Rasulullah saw , dari Tuhannya berfirman, “Hai anak Adam, shalatlah untuk-Ku
empat rakaat di permulaan siang, maka akan Aku cukupkan engkau di
penghujungnya”.
- Dihitung sebagai amalan sedekah
Rasulullah saw
bersabda, “Setiap pagi setiap tulang (persendian) dari kalian akan dihitung
sedekah, oleh karena itu setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah
sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar
ma’ruf (memerintah kebaikan) adalah sedekah, nahi munkar (mencegah kemungkaran)
adalah sedekah, dan hal itu cukup dilakukan dengan mengerjakan dua rakaat
shalat dhuha” (HR; Muslim)
Rasanya beberapa
penjelasan di atas sudah sedikit menjelaskan mengapa seorang muslim sudah
selayaknya menghidupkan Shalat Dhuha. Dalam kaidah ibadah, sebuah ibadah yang mana banyak diantara
muslimin banyak melalaikannya, maka amal ibadah itu bernilai spesial di sisi
Allah Swt. Sebagaimana Shalat Malam, ibadah yang banyak dilalaikan oleh seorang
muslim, demikian juga dengan Shalat Dhuha. Bila Dhuha adalah ikhtiar kita untuk
mendapatkan keridhaan di sisi Allah Azza wa Jalla, maka semoga langkah kita
semua selalu diringankan untuk bertaqarrub kepadaNya diwaktu Dhuha.
Allohumma
ainni ‘Ala Dzikrika, ‘Ala Syukrika, wa Khusni ibadatik (Ya Allah, Rabb semesta
alam..tolonglah kami menjadi hamba yang selalu mengingat padaMu, senantiasa
bersyukur atas nikmatMu, dan berbuat kebaikan hanya karenaMU)
![]() |
Shalat Dhuha |
Komentar