Sutradara itu bernama Pelatih

Saya adalah tipikal orang yang suka membuat analogi. Bagi saya, bermain analogi berarti melatih “kelenturan” otak kanan. Sekadar berimajinasi, kira-kira itulah yang saya inginkan. Kali ini saya juga ingin membuat sebuah analogi. Berhubung hari ini adalah harinya sepakbola, menjadi keharusan bagi saya menulis tentang sepakbola atau tulisan saya akan diabaikan. Maka, kesempatan kali ini, saya tertarik menganalogikakan sepakbola dengan permainan catur.

Sepakbola bisa diibaratkan layaknya permainan catur. percaya? Kalau anda pernah bermain catur, tentu paham dengan yang saya maksud. Dalam sebuah permainan sepakbola, 11 pemain yang turun ke lapangan berada di bawah kendali penuh seorang pelatih. Pelatihlah yang menentukan seorang “A” harus menempati posisi apa, selama pertandingan harus berperan seperti apa, dan tidak ketinggalan harus menghindari berbuat apa.

Hal yang sama berlaku di permainan catur. Bidak catur telah tersedia, masing-masing telah diatur berperan sebagai apa. Pada titik ini, si pengatur laga atas “bidak-bidak” tadi berkuasa penuh terhadap jalannya permainan. Jika “sang penguasa” sukses menjalankan taktiknya, kemenangan akan digenggam.

Singkat kata, saya hanya ingin berkata bahwa dua permainan tadi bertumpu pada sosok di balik layar. Dia lah sosok pelatih. Penguasa sesungguhnya di dalam permaianan. Pertandingan boleh ditentukan oleh gladiator di lapangan, tapi tanpa pelatih, bisa apa seorang pemain sepakbola?

Pertandingan final Liga Champion nanti malam akan mempertemukan 2 tim hebat, yang sudah barang tentu dinakhkodai oleh pelatih hebat. Barcelona, Juara Liga Spanyol di tiga edisi terakhir akan bertemu dengan Manchester United, Juara Liga Inggris musim ini. Final kali ini merupakan final ulangan Liga Champion tahun 2009. Kala itu pasukan sepasang gol masing-masing dari Samuel Eto’o dan Lionel Messi menghempaskan United dengan Skor 2-0.

Tulisan saya kali ini mencoba memberikan komparasi singkat terhadap kedua pelatih dari masing-masing tim. Dua orang yang disebut sebagai sebagai terbaik saat ini. inilah “pendapat” saya terhadap keduanya.

1. Pep Guardiola

Beruntunglah seorang Pep Guardiola yang besar dibawah pengaruh Total Voetball. Pep Muda adalah pemain yang tumbuh dibawah pengaruh entrenador Johann Cruyff. Seorang pelatih yang dikala bermain menjadi perwujudan keindahan permainan sepakbola. jebolan akademi La Masia ini telah ditempa untuk memuja keindahan sepakbola ketika masih belia. Maka ketika Barcelona versi Pep bertransformasi menjadi tim dengan permainan paling menghibur saat ini, rasanya bukan menjadi perkara yang mengejutkan.

Yang membuat saya terkejut hanyalah kemampuan Pep menjadi pelatih matang, di usia yang terbilang belia. Sebagai pelatih muda, Pep bisa dibilang sudah mendapatkan segalanya. Usia Pep baru 40 tahun dan semua gelar yang mungkin diraih di level klub telah dicapainya. Jika Sir Alex adalah pelatih terbaik saat ini, maka berikutnya saya akan menyebut nama Jose Mourinho dan Pep Guardiola sebagai pelatih terbaik saat ini.

Melihat gaya Pep melatih, kita akan menemukan sesosok filsuf di pinggie lapangan hijau. Seorang filsuf selalu mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul di kepalanya, dan Pep telah menemukan jawatan atas taktik yang diusungnya. Filosofi yang dianut jelas : keindahan dalam sepakbola menyerang. Filosofi itu terus dianutnya, siapapun lawan yang dihadapi pasukan Pep hanya ingin menang dengan gaya mereka sendiri. Imaji saya terbang pada keindahan tanah catalunya yang berpadu indah dengan harmonisnya kebudayaan belanda. Dari situ lahirlah tiki-taka, permainan penguasaan bola dari kaki ke kaki yang menjadi ciri khas permainan Barcelona.

Dengan kelebihan dan kekurangannya, jelas sudah, predikat sebagai salah satu yang terbaik layak disematkan padanya.

2. Sir Alex Ferguson

Tidak perlu diragukan lagi, Sir Alex adalah salah satu pelatih terbaik sepanjang masa. 12 titel Liga Inggris, 5 Piala FA, 4 Piala Liga, 9 Piala Community Shield, 2 Liga Champions, 1 Piala Winners, 2 Piala Super Eropa, 1 Piala Interkontinental, dan 1 Juara dunia antraklub adalah rentetan gelar juara yang diraih Fergie. Karena pencapaian luar biasa dari pria skotlandia ini, gelar kehormatan “Sir” dari Kerajaan nggris melekat padanya.

Tak ada yang menyangsikan kehebatan Fergie. 25 tahun bertahan di Old Trafford bukanlah pencapain sembarangan. Fergie sepeti ingin membangun kerajaannya sendiri di kota Manchester. Pengaruh dia di klub ini terlalu kuat sehingga hanya pensiun yang bisa menghentikan Ferguson untuk tak lagi duduk di bench United.

Dia adalah tipikal pelatih yang keras, disiplin, dan tak pandang bulu terhadap pemaian. Tipikal pelatih sekaligus manager yang sangat total dengan pekerjaannya. Totalitas yang dimiliki oleh dirinya menjadikan lebih dari separuh kehidupannya dihabiskan untuk sepakbola. totalitas pula yang membuat Fergie terkadang begitu kaku dengan segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan sepakbola. Fergie tidak suka melihat pemainnya hanya menjadi headline koran karena urusan di luar sepakbola. mungkin inilah yang menjadi alasan kenapa Fergie mau melepas Beckham ke Real Madrid. Kehidupan Beckham sudah “tak utuh” untuk sepakbola, maka silakan keluar dari Old Trafford.

Beberapa jam ke depan. Panggung Fergie untuk membuktikan kehebatannya sudah semakin dekat. Sejarah telah menanti dirinya, hattrick Liga Champion sudah menanti di depan mata. Jika terealisasi, rasanya nama Fergie akan semakin terpatri di sejarah sepakbola. tidak hanya bagi United, tapi bagi sepakbola seantero dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009