3 Pintu Masuk
Dalam sebuah relasi, banyak cara yang bisa ditempuh untuk menjadi akrab. Tapi bila pertanyaan ini kamu tanyakan kepada seorang pria, jawabannya mungkin tiga : sepakbola, wanita, dan rokok. Sesederhana itu seorang pria, hingga mencukupkan 3 hal tadi sebagai “pintu masuk” untuk menjadi akrab.
Untuk membuktikannya, mari kita kupas satu persatu. Pertama, Sepakbola. Rasanya akan menjadi aneh bila seorang pria (apalagi yang hidup di negeri ini) jika tidak suka sepakbola. Suka yang saya maksud tentu tidak harus dimaknai suka bermain sepakbola. “Suka” bisa dimaknai lebih luas dalam artian seseorang selalu mengikuti, mengetahui, dan cenderung menggemari segala sesuatu yang berkaitan dengan sepakbola.
Saya sendiri bisa disebut pribadi yang fanatik dengan sepakbola. Sejak kecil saya suka main bola. Kesukaan saya terhadap sepakbola saya wujudkan dengan bergabung di sebuah sekolah sepakbola. Saya masih ingat betul, ketika menginjak bangku sekolah kelas 3, saya diantar oleh kakak saya untuk bergabung di Sekolah Sepakbola (SSB) terbaik di kota saya dibesarkan, SSB Putra Mustika Blora.
SSB ini merupakan SSB yang berada di bawah pembinaan Persikaba (sebuah klub perserikatan sepakbola di Blora). Bagi mereja yang berbakat dan mau sedikit bersabar, pastilah direkrut bergabung di tim senior. Saya sendiri termasuk golongan yang (mungkin) tidak berbakat dan kurang mau bersabar. Sebelum bakat saya terasah, saya memilih “kabur” dari kawah candradimuka ini.
Kelas 6 SD saya memutuskan untuk keluar dari SSB. Waktu itu, saya lebih memilih untuk memuhi kepentingan orang tua mengikuti les tambahan di luar jam pelajaran. Tak bisa membagi waktu, saya pun memilih keluar. inilah momen awal yang membuat saya sadar, sepertinya saya tidak berjodoh dengan sepakbola. Saya memang punya bakat terpendam, tapi bakat itu tak pernah tergali (atau mungkin tak bisa digali?).
Akan tetapi, dari pengalaman 3 tahun bergabung di SSB, banyak pelajaran yang bisa saya ambil. SSB membuat teman saya bertambah banyak. Bila kebanyakan teman sekampung saya hanya bermain dengan orang-orang yang bermukim di sekitar rumah, tidak begitu dengan saya. Ketika saya bermain ke kelurahan tetangga, bisa dipastikan ada anak yang juga berlatih di SSB Putra Mustika.
Kondisi ini terus berlangsung ketika memasuki bangku perkuliahan. Sepakbola menjadi jalur “tergampang” untuk sekadar basa-basi dengan teman. Saling sindir dengan teman baru yang awalnya tidak akrab, menjadi cari ketika sepakbola menjadi komoditi banyolan termurah.
Masuk perkara kedua, wanita. Rasanya tak perlu saya jelaskan lagi kenapa wanita selalu menjadi bahan pembicaraan terbaik untuk seorang pria. Tak usah belajar teori psiko analisis a la Freud untuk menjadikan wanita sebagai salah satu obrolan wajib kaum adam, karena membicarakan seorang wanita bagi pria “normal” adalah perkara yang lumrah.
Kawan, bukankah Tuhan menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan. Maka layaknya seorang wanita yang selalu mengulik habis pria idolanya dengan teman sejenisnya, begitu pula yang terjadi pada kaum pria.
Ketika seorang pria sudah berbicara tentang wanita idamannya, maka pembicaraan akan merembet kepada hal-hal yang sebelumnya tak pernah terbayangkan. Imajinasi seorang pria akan menjadi liar ketika sudah tergila-gila kepada wanita. Ketika saat itu tiba, maka itulah “pintu kedua” yang bisa digunakan untuk membuat saya akrab dengan teman saya.
Meskipun demikian, saya harus jujur. Untuk poin yang kedua ini saya bukan tipikal pria yang lancar membahasakan seorang wanita. Mungkin karena wanita terlalu indah untuk sekadar dibahasakan dalam rangkaian kata.
Berikutnya yang Ketiga, Rokok. Ada yang bilang, selain miras, rokok adalah bahasa persabatan kaum adam. Meski saya sendiri juga agak bingung memaknainya, tapi begitulah adanya. Rokok sudah menjadi bahasa universal bagi anak muda di negeri ini.
Dari rokok, lahir solidaritas, dari solidaritas muncul persabahatan. Solidaritas termudah dari rokok yakni ketika kamu mau untuk sekadar berbagi sebuah puntung rokok ke teman yang lain. Solidaritas berikutnya, apalagi jika bukan berbagi asap. Sudah manjadi rahasia umum asap rokok mengandung racun berbahaya.
Ketika seseorang sudah mau berbagi asap rokok, itulah solidaritas paling tinggi. Meskipun sebenarnya, predikat orang teregois di dunia juga pantas disematkan pada seorang perokok. Bagaimana tidak? orang yang tidak merokok saja bahkan berpotensi mendapatkan bahaya lebih besar daripada yang merokok, maka bukankah itu termasuk egois?
Kawan, itulah 3 jalan masuk menuju akrab yang sudah saya alami sendiri. Lantas, bagaimana dengan pengalaman anda?
*Penulis menyebut dirinya gila bola, tapi sesungguhnya bola tidak pernah membuatnya benar-benar gila. Pengagum wanita, tapi belum ada yang benar-benar membuatnya kagum. Membenci rokok, tapi sama sekali tidak membenci perokok
Komentar