Matador Taklukkan Eropa (Lagi)
Bukan karena dia adalah seorang yang revolusioner, lantas menjadikan seorang Karl Marx sebagai seorang yang tidak memiliki selera humor. Suatu ketika, penulis buku Das Kapital ini pernah berujar suatu saat nanti, dunia ini hanya akan menyisakan 5 raja. 1 Raja di Britania Inggris, sedangkan 4 sisanya terdapat di kartu remi. Satu hal yang dilupakan Marx, karena faktanya, sebuah Negara di peninsula Iberia masih menyisakan rezim monarkhi. Dialah Spanyol.
Spanyol, Negara yang kaya dengan nilai sejarah. Saking bersejarahnya bangsa ini, kita dapat dengan mudah menemukan riwayat bangsa ini di buku-buku sejarah. Masih ingat dengan penaklukan berbagai benua? Selain bangsa Portugis dan Belanda, Spanyol adalah bangsa yang paling agresif menjelajah dunia.
Nama-nama seperti Francisco Pizarro, Juan Díaz de Solís adalah beberapa nama yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pizarro menaklukkan Ekuador, de Solis melanglang ke Argentina. Satu nama populer meski kelahiran Italia, Christoper Colombus, juga dikenal dengan jasanya terhadap Bangsa Spanyol. Colombus semasa hidupnya dihabiskan untuk mengabdi kepada Pemerintahan Monarkhi Katholik Spanyol. Jadilah dia menjadi tokoh yang tak terlewatkan di buku sejarah Spaniard.
Singkat cerita, dari situ kita bisa mengetahui, Bangsa Spanyol, sedari dulu sudah gemar menaklukan dunia. DNA petarung mungkin sudah mendarah daging di dalam diri mereka.
***
Dalam dunia modern, kita juga mengetahui Spanyol sebagai seorang pemenang. Dalam dunia Olahraga misalnya, kita mengenal sosok pemenang dalam diri Jorge Lorenzo. Spaniard, satu ini kini menjadi ikon balap di negeri matador. Sedangkan di lapangan tenis, siapa yang tak kenal dengan Rafael Nadal? Si kidal yang meruntuhkan dominasi Roger Federer dari kursi petenis no.1 dunia. Sedangkan yang paling bergengsi dan tak boleh terlewat, tentunya di cabang sepakbola. Spanyol memiliki dua Klub Sepakbola yang disebut sebagai yang terbaik di dunia.
Mereka adalah Real Madrid dan Barcelona. Yang satu disebut sebagai klub terbaik sepanjang masa oleh FIFA dan IFHSS, sedangkan nama terakhir muncul sebagai kekuatan yang mendominasi persepakbolaan di Eropa selama satu dekade terakhir.
Bukti terbaru tersaji di Wembley stadium. Sabtu malam waktu setempat, “pelaut-pelaut” Negeri Juan Carlos I ini menaklukkan Britania. Melalui Barcelona, kota London menjadi saksi takluknya penguasa lokal, Manchester United atas penguasa negeri Matador, Barcelona. Skor 3-1 menjadi pembeda antara keduanya. Negeri catalonia yang sejatinya menjadi daerah “pembangkang” (berniat memisahkan diri dari Spanyol), untuk sementara bisa membanggakan segenap bangsa Spanyol. Untuk kesekian kalinya, mereka menaklukkan eropa.
Sukses Barca, sukses La Masia
Trofi Liga Champion tadi malam merupakan puncak kegemilangan dari pasukan Pep Guardiola. 3 trofi Liga Champion dalam 5 tahun terakhir bukanlah pencapaian main-main. Barcelona semakin mengukuhan diri sebagai tim terbaik dekade ini. melampaui AC Milan, Manchester United, dan Inter Milan. Mereka tidak hanya perkasa di liga lokal, lebih dari itu penampilan ciamik Barcelona juga menjalar ke Eropa.
Leo Messi
Xavi Hernandez
Iniesta
Lantas apa yang menjadi rahasia kesuksesan Barcelona? Jawabnya adalah La Masia. La masia adalah sekolah pembinaan pesepakbola usia dini yang dimiliki oleh Barcelona. Bersama Carrington Academy milik MU, dan Arsenal Academy milik Arsenal, La Masia muncul sebagai akademi pembinaan pemain terbaik di dunia. Nama-nama seperti Cesc Fabregas, Lionel Messi, Xavi Hernadez, dan Andres Iniesta adalah jebolan akademi ini. maka ketika skuad juara Eropa seperti Barcelona diisi sekitar 80 % pemain jebolan La Masia, tentunya mereka patut berbangga dengan pencapaian hebat semacam itu.
Akan tetapi, bila ada seseorang yang layak mendapatkan kredit atas kesuksesan Barcelona dimasa sekarang, maka berikan ucapak selamat itu pada sosok Johan Cruyff. Dialah sosok yang merubah paradigma klub catalan itu untuk mengutamakan sektor pembinaan. Ketika Cruyff mengambil alih tampuk pelatih di Barcelona pada akhir 80-an, Cruyff menempatkan pengembangan La Masia sebagai agenda utama. Filosofi Cruyff dalam membangun tim, ambil pemain bintang di sektor tertentu dan kembangkan pemain muda binaan sebaik mungkin.
Sebagai seorang Belanda yang dibesarkan oleh akademi Ajax Amsterdam, Cruyff paham betul bagaimana membangun keagungan sepakbola. Ajax yang begitu superior di dekade 1970-80an bsa menjadi sukses karena mempunyai pembinaan pemain muda yang luar biasa. Filosofi yang sama coba ia terapkan di Barcelona. Kala itu nama-nama seperti Sergi Barjuan, dan Pep Guardiola muncul sebagai jebolan La Masia yang diberi kepercayaan tampil di tim utama.
Kini, La Masia tetap konsisten menghasikan bintang-bintang kelas dunia. La Masia adalah awal keindahana sesungguhnya dari sepakbola Barcelona dan Spanyol pada umumnya. Hal yang patut dicontoh oleh seluruh klub di dunia, termasuk di Indonesia. Daripada terus-menerus berinvestasi untuk pemain asing yang belum jelas kualitasnya, perbaikan pembinaan harusnya menjadi perhatian lebih.
Komentar