Seksualitas yang menjadi Banal



“ The media play a crucial role in almost all aspects of daily life. However, their influence is not limited to what we know. The sociological significance of media extends beyond the content of media messages. Media also affect how we learn about out world and interact with one another. That is, mass media are bound up with the process of social life ”(Croteau and Hoynes, dalam PKMBP, 2005 :5).


Jauh sebelum kita mengenal internet seperti sekarang, siapa sangka jika diawal penciptaannya, teknologi ini digunakan untuk kepentingan pertahanan? Sekira empat dasawarsa yang lalu, Internet dicipta oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Tepat tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mulai mengoneksikan perangkat software dan hardware untuk saling berkomunikasi dan bertukar data. Tujuan pembangunannya : untuk menangkal bila sewaktu-waktu terjadi serangan nuklir di tempat-tempat strategis.

Maka ketika tahun 1972 yang lalu internet mulai dikembangkan untuk kepentingan non-milter, siapa menyangka teknologi yang satu ini kini telah berubah menjadi database informasi terbesar di abad ini? Bila tujuan penciptaan teknologi adalah untuk mempermudah kehidupan umat manusia, maka demikian juga internet. Segalanya saat ini seperti semakin mudah dengan internet. Menjadi lumrah bila internet kini mampu mengartikulasikan “kembali” kehidupan umat manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Yasraf Amir, internet mampu “memaksa” manusia untuk melakukan migrasi besar-besaran aktivitas manusia dari dunia nyata menuju dunia maya.

Dampak yang dihasilkan, kini tengah terjadi transformasi terminologis dan epistemologis mengenai apa yang disebut dengan “komunitas”, “masyarakat”, “komunikasi”, “ekonomi”, “politik”, “budaya”, “spiritual”, dan “seksual”. Migrasi itu termanifestasikan dalam pemberian awalan cyber untuk hampir seluruh bentuk kehidupan nyata, yang kini ditransformasikan dalam dunia maya. [1] tidak terkecuali dengan bahasan tentang seksualitas. Istilah cyber-sex menjadi terma yang jamak dibicarakan, baik di dunia nyata, apalagi di dunia maya.

Tentang seksualitas

Membicarakan seksualitas, maka salah satu turunan bahasan yang tidak akan terlewat adalah masalah pornografi. seksualitas tidak lagi menjadi menjadi tabu untuk dibicarakan, bahkan kini cenderung menjadi banal, cetek, tak bermakna. seksualitas dengan entengnya menjadi jokes murahan, kapanpun dan dimanapun.

Pada dasarnya, bahasan mengenai internet dan pornografi bukan menjadi wacana baru. Berdasarkan sebuah hasil riset yang dilansir oleh TopTenReviews, setiap detiknya lebih dari 28 ribu orang yang mengakses pornografi di Internet dengan total pengeluaran mencapai lebih dari US$ 3 ribu. Data tersebut juga menyebutkan setidaknya tiap detik ada 372 pengguna Internet yang mengetikkan kata kunci tertentu di situs pencari untuk mencari konten pornografi.

Fakta riset di atas agaknya bisa menjadi ilustrasi tentang gambaran rentannya internet dengan konten pornografi. Mungkin tidak dapat digeneralisir dan di komparasikan dengan realitas sosial di Indonesia. akan tetapi kepungan pornografi di dunia maya saat ini memang semakin nyata. Di era kapitalisme yang identik dengan komodifikasi, setiap celah komersial akan diikuti usaha untuk meraih benefit materi semaksimal mungkin. Tak terkecuali dengan pornografi. Dengan internet, pornografi semakin menemukan “persembunyiannya”.

Internet menjadi medium “marketing” yang efektif dalam jaringan industri pornografi internasional. Fakta bahwa industri pornografi bukanlah bisnis ecek-ecek dapat dibuktikan dengan penghasilan total yang mencapai angka US $ 97 Milliar (ICTwatch, 2006). Dengan angka seperti itu, tidak syak lagi internet diyakini menjadi lumbung uang dari perputaran pornografi.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Setali tiga uang. Internet di negeri ini selalu identik dengan 2 hal: Kejahatan dunia maya dan pornografi. Uniknya, pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informatika menjalankan kebijakan penangkalan pornografi yang tidak populis. Sensor konten pornografi di Internet! Dalam tulisan ini tidak akan diperdebatkan mengenai efektivitas sensor tersebut. Penulis hanya ingin memberi sedikit analogi, menyensor konten pornografi di dunia maya ibarat menangkap ikan di lautan dengan lubang menganga disekujur bagian pukat. Perbuatan sia-sia!

Dunia maya tidak sesederhana yang dibayangkan. Di dunia maya, kendali informasi ada di tangan user. Setiap orang bisa menjadi penyebar informasi yang “baik”. Logika seperti mengakibatkan arus informasi yang beredar di dunia maya bersifat massif. Usaha menyensor hanya akan mengahabiskan energi, sedangkan tidak semua konten yang mengandung kata “seks” atau “pornografi” selalu berkait dengan pornografi itu sendiri.

Usaha melawan pikiran erotis

usaha melawan pornografi adalah usaha melawan pikiran. Inilah yang disebut Miguel de Cervantes dalam novelnya berjudul Don Quixote, sebagai kemenangan yang sejati. Jika demikian adanya, lantas bagaimana cara melawan pikiran erotis, sebagai pangkal dari maraknya aksi pornografi?

Penulis lebih sepakat dengan upaya penyadaran (Self-awarness). Menumbuhkan kesadaran sebaiknya tidak melulu berupa paksaan dari luar. Penyadaran sedari dini akan membuat setiap individu mengetahui mana informasi yang baik dan mana yang tidak. ketika orang tua melihat anaknya bermain api, mungkin akan lebih mudah dengan berkata "jangan bermain api!". akan tetapi, apakah nasehat semacam ini akan mengena pada sisi kognisi anak? tentu akan lebih baik jika melakukan pendekatan dengan memberikan penjelasan tentang bahaya dari bermain api. Dengan derajat penjelasan yang lebih intim, pesan akan menyentuh sisi kognisi dari anak sehingga informasi yang disampaikan lebih mendalam.

pada akhirnya, peran kedua orang tua menjadi kunci. Keluarga adalah pembentuk kepribadian terbaik baik seorang anak manusia. untuk meyakinkan hal tersebut, Maka dengarlah nasehat dari bill Clinton perihal bahaya internet dan peran keluarga:

we must recognize that in the end, the responsibility for our children's safety will rest largely with their parents. Cutting-edge technology and criminal prosecutions cannot substitute for responsible mothers and fathers. Parents must make the commitment to sit down with their children and learn together about the benefits and challenges of the Internet. And parents, now that the tools are available, will have to take upon themselves the responsibility of figuring out how to use them." (Bill Clinton)


media adalah pesan itu sendiri. Dengan asumsi informasi yang positif, kepribadian itu akan menular pada kualitas hidup manusia, dan sebaliknya. maka nasehat dari Croteau dan Hoynes pada kalimat pembuka tulisan ini memang masih relevan untuk dijadikan pegangan.


[1] Yasraf A.Piliang. 2005. Cyberspace dan Perubahan Sosial : Eksistensi, Identitas, dan Makna Dalam Jurnal Mahasiswa UGM. BPPM Balairung : Yogyakarta. Hal.7

Komentar

Idris Luthfi mengatakan…
Saya sangat setuju dengan mas AFA.. Tulisan anda sangat menggugah nurani saya, dan membuka lebar mata saya.. Super sekali..
Satrio Prasojo mengatakan…
Benar sekali bung,, Hal-hal yang kadang sepele namun benar-benar bisa mempengaruhi kehidupan dan moral masyarakat.. perlu adanya tindakan nyata dari semua pihak, mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi..
Anonim mengatakan…
Pada intinya apa yang anda tulis menarik,,, akan tetapi mungkin sedikit masukan saja,,,, penggunaan istilah2x asing yang anda gunakan sebaiknya diganti dengan istilah yang lebih mudah dipahami,,,,, karena tak semua pembaca tulisan ini mampu untuk memahami istilah yang anda pakai,,,,..,.,
AFA mengatakan…
terimakasih buat yang sudah komen..semoga makin banyak yang komen..makin bermanfaat dan ada masukan terhadap artikel ini.. :)
Tiwi mengatakan…
tulisannya bagus, pengungkapan perspektif nya segar..
sukses selalu dan produksi terus tulisan2 bermutu!
(seperti di atas)
:D
mbah samin mengatakan…
huoohoo..jadi ini tulisannya..keep writing bos..haha
subhan mengatakan…
kalau dahulu "buku adalah jendela dunia", mungkin sekarang "internet adalah jendela dunia"
Anonim mengatakan…
Setuju sekali bahwa senjata ampuh melawan pikiran erotis adalah kesadaran dari diri sendiri. Semua berawal dari pemikiran, Socrates berkata bahwa dengan pemikiran bisa menjadikan hidupmu mulus atau bertabur duri.Tetap menulis, menginpirasi.
Rais 'Umar Al Kimi mengatakan…
mantap gan!!! tapi bahasanya terlalu berat. gunakan bahasa akar rumput kalau bisa =)
Jalal mengatakan…
Komprehensif Gan.

Pornografi memang seperti candu Gan, salah satu cara yang paling efektif untuk menghancurkan generasi muda.

Aku pernah baca sebuah artikel, bahwa bahaya addicted yang ditimbulkan dari pornografi lebih bahaya dari Narkoba dan Rokok.

Emang Gan, peran kedua orang tua yang paling berpengaruh, Tapi secara makro, regulasi pemerintah harus tegas membatasi pornoaksi dan pornografi tersebut.

di artikel tersebut menyebutkan berapa keuntungan bisnis pornografi dan pornoaksi yang Sangat Besar, Tapi saya yakin kerugian yang ditimbulkan akan SANGAT LEBIH BESAR..

Finally, Pendidikan Agama bisa meng-capture itu Semua

^_^

Wallahu'alam Bishshowab
Aerry mengatakan…
mantap gan...

intinya terletak pada keluarga
kalo gitu segera berkeluarga aja gan
:-)
Zulfi mengatakan…
Seperti candu-candu lain. Pornografi harus diberantas dari akarnya di kepala manusia. Bukan sekedar blokir, blokir dan blokir.

Nice post!
AFA mengatakan…
@ arrizale..ente duluan gan yang berkeluarga..saya belum ada calon..anyway, makasih komentarnya..

@ zulfi..bsk tgl 15 ada dskusi bareng pak tif di kantor detik.com..aku ikutan lho..hehe..
arie mengatakan…
agaknya seperti bermimpi jika ingin memberantas habis pornografi. karena pornografi sendiri sudah seperti bagian dari peradaban manusia, selama manusia ada maka pornografi akan tetap ada.
jadi, mungkin benar pendidikan sejak dini tentang bahaya pornografi adalah cara yg cukup efektif untuk setidaknya mencegah dan mengurangi bahaya pornografi dimasa mendatang.
Unknown mengatakan…
Ane setuju ama pendapat agan, mengenai "larangan main api" buat anak-anak
Seharusnya bukan hanya dilarang tapi harus bisa diberikan penjelasn mengenai "bahaya api"
Begitu juga dengan pornografi, orangtua gak boleh langsung melarangnya, tapi harus dibicarakan dari hati ke hati, agar si anak tau bahayanya pornografi.

Oiya, Gan ane pernah baca suatu artikel, tapi maaf Gan ane lupa alamatnya, pada artikel tsb secara garis besar mengatakan "jika menonton video porno, bisa berakibat turunya daya pikir, serta merasa mendapatkan kenikmatan dari menonton video tsb"

just for share, Gan
fi_ceria mengatakan…
Im,,ini masukan yaa,,dari segi bahasa sepertinya harus lebih dibuat agak cair,,jgn terlalu kaku..n jgn ketinggian juga bahasanya..hehe sebaiknya lebih membumi..tapi klo emang style penulisan iim memang seperti itu yaa,,just be the best of ur self..terus habis itu mungkin biar lebih atraktif dengan cerita pengalaman pribadi dsb,,jadi gak terkesan teori doang..ya gak c..mohon maaf klo salah,,hehe

Seksualitas yaaa..hi2 rada bgg gw komennya nih,,klo menurut gw itu manusiawi c ya,karena manusia itu punya nafsu dan rasa ingin tau yg besar,, cuma tinggal cara kita menekan nafsu itu sendiri biar ga menjurus ke yang seperti itu..hehe dengan banyak2 inget Allah n ngerasa malu saat Allah ngeliat kita lagi nonton,,misal film2 yg agak2 atau nonton film yg ada adegan "syurnya" hehe,,ya gtulah..

Yang benar datangnya dari Allah, dan yang salah dari gw pribadi =D

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009