Kredibilitas


Apa perasaan anda bila anda menjadi pemimpin organisasi, kemudian ada sebagian anggota mempertanyakan kredibilitas anda? Kecewa, sedih, bingung, atau bahkan marah? Bila anda termasuk yang cuek, dan berprinsip biarkan anjing menggongong, kabilah berlalu, mungkin anda akan memilih abai terhadap orang tersebut. Tapi bila kondisi ini dihadapkan pada saya, tentu saya akan menjadi sangat risau. Kok ada ya, orang yang saya pilih untuk membantu merealisasikan “mimpi-mimpi”, justru mempertanyakan kredibilitas pemimpinnya?

Kondisi seperti ini nyaris saya hadapi. Saya katakan nyaris karena memang secara faktual saya tidak pernah mengalaminya. Hanya beberapa onak kecil yang parahnya membuat sebuah luka yang sulit disembuhkan. Ibarat cerita, ada secuil paku berukuran mini, tapi berkarat. Paku tersebut secara tidak sengaja menggores telapak kaki anda. Meskipun anda sudah beralaskan sandal yang cukup tebal, tetap saja tak mampu menahan darah segar mengalir perlahan dari kaki anda. Lantas apa yang menjadi soal? Tentu saja karat yang menempel di paku itu yang menjadi sumber masalah! Karena berkarat, goresan di kaki yang harusnya hanya berbentuk luka “biasa”, justru mengonversinya menjadi tetanus.

Berdarah, sudah jelas menimbulkan rasa sakit. Bagaimana jika ditambah dengan tetanus? Begitu pula jika ada yang mempertanyakan kredibilitas anda sebagai seorang pemimpin. Jelas itu masalah besar! Akan ada rentetan masalah yang berpotensi mengacaukan kinerja anda. Muaranya jelas, mengganggu bangunan relasi, baik sebagai individu ataupun kelompok. Saya pun teringat dengan apa yang ditulis oleh Napoleon Hill dalam buku Success. Poin pertama yang dia tulis terkait dengan cara menjaga keutuhan kelompok adalah kepercayaan. Kepercayaan? Lantas apa hubungan antara kepercayaan dengan kredibilitas? Tentu sangat berkaitan!

Fondasi utama dalam membangun sebuah hubungan yakni penciptaan rasa saling percaya. Seorang pria dan wanita memilih mensakralkan hubungan mereka dalam ikatan pernikahan tentu didasarkan atas rasa saling percaya. Meski pada kenyataannya terdapat perbedaan-perbedaan diantara mereka berdua, rasa percaya sanggup menyingkirkan ego masing-masing bahwa perbedaan bukan untuk diributkan, tapi untuk dinegosiasikan. Begitu pula dalam relasi organisasi. Rasa percaya terhadap seseorang bisa tersalurkan bila ada energi kesetiaan yang sudah dibuktikan. Bila ada orang yang terus mempertanyakan kebijakan, dan parahnya hanya ngomong dibelakang bukankah itu awal dari lunturnya loyalitas?

Saya sangat paham dengan dengan apa yang dikatakan oleh Donald H. McGannon, bahwa kepemimpinan adalah tindakan bukan jabatan. Oleh karena itulah, saya selalu berprinsip bahwa contoh terbaik bukanlah dengan sulapan kata-kata retorika, tapi dengan terus bekerja. Namun, yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apa yang akan tejadi bila orang yang saya pimpin sudah tidak percaya dengan saya? Napoleon Hill memberi solusi yang cukup layak untuk dipertimbangkan, tinggal dan jangan masukan di kelompok mastermind anda. Ada benarnya memang. Bila nada sudah tak seirama, untuk apa terus dipaksa? Mending diam dan buktikan dengan terus bekerja, apapun hasilnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009