Iklan Politik

Dahi ini berkerut. Tak habis pikir dengan fenomena yang senantiasa mengawal keseharian hidup kita. Namun, kita tidak tersadar olehnya. Dia adalah komoditi paling laris saat ini. Saat pesta demokrasi benar-benar menunjukkan keglamourannya. Sudah barang tentu, keberadaannya ditujukan untuk mendongkrak elektabilitas suatu parpol.
Iklan politik namanya. Berhala baru di era direct democrazy. Hari berganti hari, dan tiap hari beragam pesan datang silih berganti. Akan tetapi, hampir tidak ada esensi yang bisa dipetik dari kondisi semacam ini. Seakan parade iklan parpol tertentu hanya ingin menunjukkan pada khalayak. Partai mana yang paling banyak isi dompetnya. Ah, jikalau saja para parpol tersebut (yang banyak ngiklan) berani lantang berbicara, “ ini lho, partai kami punya duit banyak, makanya bisa ngiklan terus!!!”.
Bah! Emangnya ini praktek jual beli. Loe jual, gue beli?? Enak banget mereka berharap untuk dipilih. Setelah menghilang selama 4 tahun, kemudian menampakkan diri di media dan mengaku sebagai juru selamat! Kemanakah mereka dalam 4 tahun yang lalu? Sehingga dengan mudahnya mencampakkan kami, rakyat yang hidup dalam lingkaran setan ekonomi kapitalis?
Bukankah yang demikian hanyalah rentetan pesan yang sangat absurd dan justru menimbulkan kebingungan baru bagi masyarakat? Saling mengklaim keberhasilan program kerja, saling mengaku yang terbaik, saling sindir sana-sini. Itulah wajah iklan politik di negeri ini.
Hmm..lantas, apakah yang demikian itu laku yang salah? Tidak memang. Akan tetapi, ada agenda lebih penting dari sekadar menghamburkan uang di media.
Jika memang para parpol di negeri ini punya banyak duit. Mengapa nggak disalurkan langsung saja ke konstituen mereka? Bukan kah yang demikian lebih bermakna, ketimbang terus memberi nutrisi media yang cuma bisa menampilkan tayangan tampar-tamparan dan aksi berantem gak jelas itu?? Huufh…ya alloh ya robbi…aneh benar negeri hamba-Mu ini…
Wajah Iklan Politik…
Kemudian muncul pertanyaan, apa yang tersisa dari parade iklan politik itu? Ada 3 hal penting yang menjadi catatan kecil saya. Apa itu? Pertama, dari iklan politik tadi, saya bisa menilai partai mana yang konsisten dengan pesan-pesan politisnya. Dalam beberapa bulan terakhir, saya telah teracuni image yang ditampilkan oleh partainya wong cilik. Partai ini, setiap melakukan safari politik selalu yang terdepadan dalam mengritisi kinerja pemerintah. Ya BLT lah, ya BBM lah..eh, gak taunya..belakangan saya dibikin terkejut dengan Iklan Politik mereka yang seakan-akan mendukung program pemerintah. Alamak! Lantas, apakah koar-koar mereka dalam beberapa bulan yang lalu hanya slip of the tongue saja?? Entahlah…hanya mereka yang tahu. Saya pikir, dari beberapa iklan politik yang ada, khalayak dapat menilai. Mana yang doing something, dan mana yang doing nothing.
Kedua, tidak ada yang namanya keadilan dari media kepada parpol untuk beriklan. Dalam UU Pemilu, jelas disebutkan bahwa setiap media diwajibkan berlaku adil kepada tiap parpol untuk beriklan. Saya pun bertanya-tanya, apa yang dinamakan adil itu? Apakah tiap parpol diberi perlakuan yang sama dalam artian mereka semua bisa beriklan? Saya pikir tidak. Logika media kaitannya dengan iklan, tetap menggunakan logika komersial. Siapa berani bayar (mahal), mereka lah yang dapat memenuhi space-space yang tersedia. Lalu, bagaimana mungkin partai yang nggak punya uang punya kesempatan untuk beriklan?
Memang telah dilakukan pembatasan. Semisal dalam televisi, yakni tiap parpol hanya diberi kesempatan beriklan di media maksimal dalam 10 spot. Namun, tetap saja tidak ada yang menjamin setiap parpol dapat beriklan. Dampaknya jelas, berhari-hari ini kita dijejali oleh iklan parpol yang itu-itu saja. Sedangkan yang lain entah tenggelam dimana.
Ketiga, tidak ada pengawasan yang jelas dari iklan partai politik. Pada dasarnya iklan partai politik sama dengan iklan komersial. Keduanya sama-sama mempersuasi khalayak. Jika kita menyamakan keduanya sebagai produk yang punya konsekuensi kepada khalayak. Maka, sudah sepatutnya ada audit dari iklan yang sudah beredar. Bila iklan konsumen dapat digugat bila menghadirkan informasi yang menyesatkan. Tentunya, iklan politik harus ditempatkan pada posisi yang sama.
Sayangnya sampai saat ini, kita tidak pernah tahu kepada siapa harus mengeluh jika iklan-iklan tersebut terbukti hanya bualan semata. Padahal, iklan politik jelas mempunyai dampak yang signifikan terhadap masa depan bangsa. Jika benar iklan politik mampu memberi informasi pada khalayak untuk semakin mantap dalam memilih, bukankah yang demikian bangsa ini akan menanggung konsekuensi tersebut dalam 5 tahun ke depan?
Saya pun tak ingin kecewa. Hanya berharap Pemilu kali ini benar-benar menjadi solusi bagi terbentuknya pemerintahan yang lebih baik. Semoga…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009