Dagelan PSSI

Saya mulai tulisan ini dengan sedikit perandaian. Bila saja ada sebuah survey yang mengukur kinerja institusi pembinaan olah raga di tanah air. Kira-kira, siapa kah yang paling “berhak” masuk nominasi terdepan? Bila pertanyaan ini dilontarkan pada saya, maka saya akan cepat menjawab dengan menyebut nama…..PSSI! ah, PSSI lagi..PSSI lagi…apa sih dosa-dosa PSSI hingga induk persatuan sepakbola di negeri ini begitu disorot oleh masyarakat luas?

Tentu semua pembaca sudah mafhum dengan kinerja yang selama ini ditunjukkan oleh PSSI. Kita semua pun sebenarnya sudah capek membahas borok yang ada di organisasi pimpinan Nurdin Halid itu. Ibarat lidah yang dulunya basah..kini telah berubah menjadi lidah yang kelu. Kering karena terlalu sering memberi masukan, namun tak sedikit pula yang diacuhkan.

Semuanya sudah jengah dengan kondisi status quo yang ada di tubuh PSSI. Tidak ada perubahan berarti selama kepengurusan Nurdin Halid. Yang ada justru rentetan kontroversi yang senantiasa menghiasi headline media massa local dan nasional. Itu semua tidak lepas dari kinerja buruk yang seakan menjadi hal biasa bagi setiap pengurusnya.

Piala Dunia dan PSSI

Apa yang menarik ketika membicarakan tim nasional dan Piala Dunia? Tidak ada yang menarik, kecuali fakta yang menunjukkan bahwa bangsa ini belum pernah sekalipun mencicipi atmosfer piala dunia. Sejarah mencatat bahwa bangsa ini memang sempat sekali menikmati Piala Dunia pada edisi 1938. Namun yang harus diperhatikan, saat itu tim yang tampil mewakili keikutsertaan hindia belanda. Meski yang bermain adalah orang-orang pribumi, kondisi bangsa ini masih dibawah jajahan Belanda.

70 tahun lebih berlalu, bangsa ini pun masih mengais mimpi untuk sekadar tampil di pesta sepakbola terakbar seantero jagat. Dari kepengurusan satu ke kepengurusan berikutnya, selalu dicanangkan target tampil di event penuh prestise ini. Namun, faktanya? Untuk bersaing di level asia tenggara saja tim nasional masih kewalahan. Apalagi berbicara level internasioanal? Tanya ken…apa…

Bicara prestasi tim nasional, maka tolak ukur yang bisa dipakai adalah kualitas kompetisi domestic. Kita semua tentu sudah tahu kondisi persepakbolaan nasional seperti apa. Anarkisme suporter menjadi bumbu yang sudah melekat ditiap laga liga domestic. Performa korps perwasitan masih menunjukkan rapor merah. Sedangkan, “perseteruan” antara komdis (komisi disipilin) vs komding (komisi banding) menjadi cerita tersendiri. Jika sudah begini, yakinkah terbentuk tim nasional yang solid dan dapat berbicara banyak, meski dalam level regional?

PSSI dan tuan rumah Piala Dunia

Dalam 3 pekan terakhir, kabar mengejutkan datang dari PSSI. Otoritas sepakbola tertinggi se-tanah air ini mencalonkan diri untuk menjadi tuan rumah PD 2018 atau 2022!. Siapa yang tidak terkejut dengan pencalonan ini? Semua pihak hampir-hampir sepakat bahwa pencalonan ini hanyalah sensasi PSSI yang ingin merebut perhatian khalayak, mengingat popularitas institusi yang satu ini memang sudah babak belur.

Menyikapi isu ini, saya mencoba menawarkan 3 perspektif sederhana. Pertama, pencalonan ini, seperti yang saya sebutkan diatas, merupakan usaha PSSI untuk meraih popularitas yang sudah redup. Kedua, isu pencalonan PD digunakan petinggi PSSI untuk menyelamatkan posisi mereka yang senantiasa “digoyang” khalayaka luas. Kebijakan politis, itulah simpulannya. Ketiga, proyek ini memang benar-benar usaha konkret dari PSSI untuk memajukan sepakbola nasional.

Mari kita bahas satu per satu. PSSi seperti yang kita ketahui, telah kehilangan kepercayaan dari pencinta sepakbola setanaa air. Apa pasal? Permasalahan-permasalahan yang saya ungkapkan di atas nampaknya sudah cukup menjawabnya. Hadirnya isu pencalonan diri sebagai tuan rumah PD setidaknya menjadi jualan PSSI untuk kembali membangun citra buruk yang kadung melekat padanya.

Selanjutnya, mengenai usaha penyelamatan posisi dari petinggi PSSI. Seperti yang kita ketahui bersama, Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI sekarang pernah tidak mendapat restu dari FIFA untuk memimpin institusi ini. Beruntung bagi dia, ternyata hukuman kurungan telah berakhir, sehingga dia bisa merasakan kembali kursi panas PSSI. Patut diketahui pula bahwa orang-orang disekitarnya merupakan orang-orang yang terbilang loyal.

Lihat saja, ketika Nurdin Halid masih terkurung di dalam terali besi, mereka mati-matian membuat skenario agar Nurdin masih tetap mengendalikan institusi ini, meski sedang mendekam dipenjara sekalipun! Sebagai inisiator ide controversial ini, Nurdin Halid seakan ingin bicara pada public bahwa dia dan petinggi di PSSI masih eksis dan layak untuk tetap dipertahankan posisinya. Alamak! Makin sebal saja saya jika mimpi buruk it uterus berlanjut (melihat mereka masih menduduki jabatan di PSSI)

Terakhir, semoga ini adalah tujuan yang mulia dari petinggi PSSI. Namun, untuk mewujudkan impian itu memang tidak mudah. Bila kita berkaca pada kondisi infrastruktur di tanah air, mungkin kita patut mengelus dada. Keberanian mencalonkan diri menjadi tuan rumah PD tidak dibarengi dengan modal awal, yakni sarana dan prasarana yang saat ini bisa dikatakan sulit bersaing dengan negara lain. Tengok saja profil negara pesaing yang mengajukan bidding macam Inggris, AS, Jepang yang sudah berpengalaman menyelenggarakan PD. Atau nama-nama baru seperti Australia dan Qatar.

Mereka semua dibekali sumber daya yang mendukung. Sedangkan kita? Bukan bermaksud merendahkan martabat bangsa sendiri. Untuk menyelenggarakan even besar seperti Piala Asia saja, menyisakan beragam cerita tidak mengenakkan. Belum lagi usaha perbaikan infrastruktur yang diperkirakan menguras anggaran sebesar Rp. 10T. mampukah PSSI?

Jika saya boleh kembali beropini, di akhir tulisan ini. Saya beri masukan pada PSSI untuk tidak terburu-buru bermimpi menyelenggarkan PD. Perbaiki dulu kualitas kompetisi kita yang masih memprihatinkan. Jika kompetisi local sudah oke, niscaya kepercayaan dunia luar akan terbangun. Dari situlah, kita bisa berharap menyaksikan merah-putih berlaga di pentas akbar ini tidak sekadar dari imbalan gratis sebagai tuan rumah. Melainkan sebagai kontestan yang bisa bersaing secara kompetitif dengan negara lain. akhirnya, semoga PSSI tidak membuat dagelan-dagelan baru yang membikin orang disekitarnya meremehkan kualitas orang-orang terhormat di dalamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009