Sekali-kali Tak Ingin Menyakitinya

Ini cerita tentang 2 anak manusia. Tentang 2 insan yang dipertemukan oleh sang pencipta. Dari yang awalnya tidak pernah bersua, kini tumbuh benih kasih sayang diantara keduanya. Kasih sayang yang dikaruniakan oleh sang maha pencinta, sang penggenggam alam semesta. Kasih sayang yang semoga tidak luntur dimakan usia. Kasih sayang yang semoga tetap abadi, meski zaman terus berganti.

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bila hubungan diantara keduanya sampai sejauh ini. Hubungan yang bersenyawa karena perbedaan usia diantara mereka. Hingga akhirnya, berbagi kasihlah mereka berdua. Sang kakak yang merasa lebih berwibawa, berusaha menjaga dirinya bak malaikat yang selalu menaunginya. Sedangkan sang adik kecil, merupakan sesosok rapuh yang berusaha tampil “perkasa” diantara orang-orang disekelilingnya.

Dia butuh, bahkan teramat butuh seseorang yang bisa menguatkannya. Bukan yang menjatuhkannya disaat masalah senantiasa datang menimpanya, melainkan dia yang datang dan membantu untuk memberikan solusi. Bukan pula seseorang yang hanya bisa mencacinya. Namun, tidak memahami apa yang sebenarnya menggumpal di dalam hatinya.

Mungkin sang kakak bukanlah jawaban atas segala do’anya. Mungkin juga bukan sesosok yang sebenarnya diinginkan keberadaannya. Sang kakak hanyalah orang yang kebetulan “mampir lewat” dan memberi sedikit warna dalam hidupnya. Warna yang bisa berarti noda, atau bahkan sebaliknya. Yang mempercantik jalan hidupnya.

Ketika hatinya terluka

Mulut pun kadang salah berucap, dan hati pun terlalu sering berprasangka. Karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa, maka menjadi hal yang wajar, bila hidup tidak seteratur rentetan nada. Ada suka, ada duka, ada tawa, ada luka. Hidup begitu berwarna, hingga menuntut kita untuk memahami apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh-Nya?

Kembali pada roman sang kakak dan adiknya, begitupun yang dialami oleh keduanya. Tak semua untaian pesan yang disampaikan sang kakak, dapat dipahami sepenuhnya oleh adiknya. Tidak semua intensi -yang memang sengaja tidak disingkapnya- dapat terlihat jelas oleh matanya. Matapun bisa berbohong, itulah yang diyakini sang kakak. Dia menuntut tambahan pendekatan hati untuk membaca setiap wasiatnya.

Hingga suatu ketika, tersiar sebuah cerita. Menangislah sang adik dalam jubah kerapuhannya. Namun bukan linangan air mata yang ditampakkannya. Melainkan, basahnya hati akibat sebuah nasihat yang justru menyayat sekujur rongga dada. Apa gerangan yang menimpanya? Tak ada yang tahu kecuali sang adik dan kakak SPESIALnya.

Hanya sebuah isyarat yang berani ditunjukkannya. Hatinya membuncah seketika, setelah memahami rangkaian teks yang dibuat oleh sang kakak. Nasihat yang mungkin dipahaminya dari sudut pandang yang berbeda. Wajah kuyu itu pun mengembang di raut wajahnya yang ayu. Jika sang kakak tahu akan kondisinya saat itu, niscaya dia tak akan tega. Tak akan tega walau sekadar mencuri pandang untuk mengintip wajahnya.

Nasihat itu pun bukti kasih sayangnya…

Sang adik masih larut dalam kesedihannya. Sedangkan di belahan dunia yang lain, sang kakak tak kuasa menenangkan malaikat kecilnya. Saatnya berdamai dengan diri sendiri. Ini bukan waktu yang tepat untuk saling berdebat atau bahkan menunjukkan siapa yang paling hebat. Ah, jika saja sang adik tahu, dalam kegalauan yang luar biasa tersebut, sang kakak pun ingin mengucapkan sesuatu. Sesuatu hal yang mungkin mampu membuatnya tersenyum kembali.

Wahai adik kecil yang senantiasa membuat bibir ini tersenyum, sungguh hina bila setiap kata yang meluncur dari mulut manusia yang hina pula, hanya membuat dirimu larut dalam kesedihan.sekali-kali bukan demikian yang kakak inginkan…

Wahai adik kecil yang senantiasa membuat kalbu ini bahagia, sungguh yang demikian itu bukan untuk menyakiti dirimu, bukan pula untuk merendahkan dirimu. Bukankah yang demikian adalah bukti kasih sayang seorang kakak pada adiknya, bukankah itu yang sebenarnya engkau butuhkan? Nasihat selagi dirimu belum tersesat?

Syahdan, hanya satu hal yang dipinta oleh sang kakak. Tersenyumlah selagi kamu bisa tersenyum dengan begitu lepasnya… pilihlah takdirmu sendiri, karena hakikatnya hanya dirimu yang patut untuk menentukan jalan hidupmu,

Hhhuuaa…dan saya pun terlelap dalam lautan roman penghantar tidur tersebut……

Komentar

Anonim mengatakan…
andai adik yang dimaksud sang kakak dapat membacanya saat itu, disaat yang seharusnya.. pasti suara kecewanya tak segetir itu.. setidaknya ia telah menuliskan,"ku tak ingin kecewa" bahkan sebelum ia megetahui tulisan itu...

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009