Adakah yang membekas dari Ramadhan ?

Setengah bulan sudah kita meninggalkan bulan ramadhan. Itu berarti sudah setengah bulan pula kita menjalani bulan syawal. Satu pertanyaan besar yang hingga kini masih menghinggapi diri ini, Adakah ibadah puasa yang telah kita jalankan diterima oleh Alloh ta’ala? Sungguh menjadi kekhawatiran tersendiri bila pelbagai ibadah yang kita lakukan ditolak oleh Alloh Azza Wa Jalla. Sungguh yang demikian tidak menjadi harapan kita semua. Naudzubillah…tsumma naudzubillah..

Meskipun demikian, satu hal yang aku yakini. Salah satu tanda diterimanya ibadah puasa kita adalah semakin bertambahlah keta’atan kita terhadap Alloh ta’ala. Semakin mendekatlah jiwa-jiwa yang selalu merasa kecil dihadapan-Nya dibanding bulan-bulan yang telah lalu. Muara dari itu semua adalah penyempurnaan ubudiyah setiap insan yang didalamnya masih terdapat cahaya Iman. Sebuah derajat yang senantiasa diimpi-impikan setiap muslim yakni ketakwaan.

Bertakwa kah kita ?

Takwa, sering kita mendengarnya. Sering pula kita mengajak saudara-saudara muslim pada hal tersebut. Namun, sudahkah kita memahami makna dan konsekuensi-konsekuensi sepotong kata prestisius ini? Tanyakanlah pada hati kita masing-masing! Sekali lagi saya katakan tanyakan pada hati, bukan otak.

Saudaraku seiman dan seaqidah, bagi setiap ikhwan (laki-laki) yang tiap pekan menunaikan sholat jum’at. Tiap pekan kita diwasiati khotib untuk meningkatkan ketakwaan. Pertanyaan besarnya, Adakah pesan tersebut membekas di hati tiap muslimin ? Jangan-jangan wasiat itu telah berlalu begitu saja layaknya air yang mengalir ke tempat peraduan yang lain. Jika memang demikian adanya, sungguh kita harus banyak belajar. Belajar bahwa hakikat hidup ini hanyalah untuk beribadah pada-Nya. Bukan yang lain.

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan takwa. Simaklah beberapa nasihat dari teladan kita Rasululloh Saw beserta para sahabatnya. Nasihat yang akan membawa manusia pada arah yang benar. Rasululloh Saw bersabda :

“ Bahwasanya seorang hamba, tidaklah akan bisa mencapai derajat ketaqwaan sehingga ia meninggalkan apa yang tidak dilarang, supaya tidak terjerumus pada hal- hal yang dilarang” (Hadist ini Hasan, diriwayatkan oleh Tirmidzi no : 2451 , Ibnu Majah no : 4215, Baihaqi : 2/ 335)

Dalam riwayat yang lain, ada sebuah percakapan dari dua orang yang hatinya bertaut karena iman. Mereka adalah Umar bin Khattab dan Ubai bin Ka’ab. Suatu ketika Umar bin Khattab bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang Taqwa. Ubai balik bertanya : Apakah anda pernah melewati jalan yang banyak durinya? Pernah Jawab Umar. Ubai bertanya kembali : Bagaimana ketika anda melewatinya? Umar menjawab : Saya bersungguh- sungguh serta berhati- hati sekali supaya tidak kena duri. Ubai akhirnya mengatakan : Itulah arti Taqwa yang sebenar- benarnya.

Saudaraku..itulah sekelumit uraian tentang takwa. Begitu beratnya derajat takwa, hingga mengharuskan kita untuk senantiasa berhati-hati dalam menghadapi pesona dunia yang menyilaukan. Sebisa mungkin kita menghindari segala sesuatu yang dapat menjerumuskan kita dari azab-Nya. Uraian ini semoga saja dapat memberi sedikit pencerahan pada kita semua, ditengah derasnya gelombang fitnah dunia. Semoga Alloh senantiasa meneguhkan hati hambanya yang berjuang mendekatkan diri pada-Nya.

Ya alloh…kami telah menzholimi diri kami..sekiranya engkau tidak mengampuni kami…niscaya kami adalah orang yang merugi…

Wallohu ta’ala ‘alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009