Akhirnya...Jurnalku...

Akhirnya..keputusan itu datang juga. Keputusan yang membuat aku merasa lega sekaligus kecewa. Tulisan untuk Jurnal Balairung yang selama ini aku perjuangkan selama berbulan-bulan, dinyatakan tidak layak untuk dimuat. Ada kesedihan mendalam dalam hati, namun bercampur dengan kelegaan yang luar biasa. Aku kecewa karena merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi dari teman-teman yang sudah berkomitmen membuat jurnal, aku kecewa karena ternyata aku telah gagal memenuhi deadline tulisan yang sudah disepakati, aku merasa kecewa karena harapan untuk melihat karya tulisanku dibukukan dalam sebuah jurnal, kini hanya tinggal kenangan. Meskipun demikian, ada baiknya juga masalah ini segera diselesaikan. Masalah yang membuat pikran ini merasa selalu terbebani.

Bila dirunut dari awal. Sedari awal aku memang menemui banyak hambatan dalam menunaikan tugas ini. Masalah terbesar adalah motivasi. Aku dan partnerku mempunyai motivasi yang bertolak belakang. Dari awal partnerku sudah menyatakan ketidaksanggupannya untuk menulis jurnal. Bodohnya lagi, aku tidak sanggup memberi motivasi lebih padanya untuk tetap menulis. Jadilah pengerjaan jurnal ini berjalan apa adanya. Tidak ada determinasi atau pun tindakan saling melengkapi diantara kami. Yang ada adalah saling melempar tanggung jawab hingga akhirnya berdampak pada pengerjaan tulisan yang terkesan lambat.

Masalah kedua, aku dan partnerku tidak mampu membuat rumusan masalah yang jelas. Dapat dibayangkan tentunya ketika sebuah tulisan professional tidak memiliki dasar pemikiran yang kuat. Lagi-lagi aku disibukkan untuk mencari teori yang cocok dipakai pada tulisan kali ini. Dan sekali lagi, tidak ada iktikad saling melengkapi diantara kami berdua. Kami justu disibukkan dengan tuntutan saling membuat progress tulisan, tanpa ada fondasi teori yang jelas. Parahnya lagi, kami merasa terteror bila harus meminta bantuan editor. Bak anjing dan kucing, kami selalu menghidar untuk bertemu dengan editor. Ya, mungkin kami merasa malu untuk berkonsultasi karena perkembangan tulisan yang sangat lambat. Meski hal ini harusnya tidak boleh terjadi, begitulah realitanya. Aku telah gagal menjalin hubungan yang baik dengan editor. Hubungan yang didasari layaknya tuntutan kerja yang serba menekan pikiran.

Masalah ketiga, sulitnya menggali informasi dari narasumber. Bisa dibilang, memburu narasumber adalah tantangan bagi tiap kuli tinta. Namun, yang ada kami selalu dibenturkan dengan masalah yang satu ini. Berkali-kali aku dan partnerku mencoba menghubungi pihak PT.Yogyakarta Tembakau, berkali-kali pula kami gagal untuk melakukan sebuah interview. Janji bertemu memang berkali-kali dilakukan. Namun, fakta berbicara lain. Entah disengaja atau tidak, narasumber selalu tidak ada ditempat bila coba kami temui. Akhinya, Data yang kudapat tergolong kering. Kebanyakan merupakan data sekunder yang sebenarnya riskan bila dimuat dalam tulisan professional.

Kini yang tersisa dari semua itu hanyalah sebuah harapan. Harapan pada diri ini untuk tidak terjatuh dan tetap menatap kedepan. Tidak ada gunanya lagi terus menyesali semua yang sudah terjadi. Aku pun merenung dalam hati bahwa seorang manusia harus cukup rendah hati untuk mengakui kegagalannya,cukup bijak untuk mengambil manfaat daripada kegagalan tersebut dan cukup berani untuk membetulkan segala kesalahan yang sudah terjadi. Semoga Alloh member kekuatan pada hambanya yang berserah pada-Nya.

Komentar

Zulfi mengatakan…
Semoga kita dpt belajar dr kegagalan utk berbuat lbh baik lagi. Amien

Postingan populer dari blog ini

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

Review Buku : Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance

Wonderkid FM 2009