Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2008

Dari Euro Hingga Keseragaman Konten

Sejak runtuhnya era orde baru dan digantikan dengan era reformasi, ekspektasi besar akan hadirnya iklim demokrasi dalam industri media semakin menggeliat. Bila di era Soeharto, media ditempatkan pada titik subordinat penguasa, kini ada keinginan besar untuk menjadikan media bebas dari segala intervensi penguasa. Keinginan tersebut nampaknya akan terwujud dengan hadirnya pelbagai UU tentang media. UU tersebut lahir sebagai tuntutan adanya demokratisasi di bidang media. Bila UU no.40 lahir sebagai respon dari keresahan di bidang Pers, maka UU no.32 tahun 2002 tentang penyiaran seakan memberi harapan baru adanya penyiaran yang demokratis. Khusus bagi media penyiaran, hal ini menjadi sangat penting mengingat media penyiaran mempunyai karakteristik tersendiri di banding media lain, yakni menggunakan frekuensi yang pada hakikatnya merupakan milik rakyat. media penyiaran memang unik. Untuk mengonsumsinya tidak diperlukan mengeluarkan uang. Namun, dengan frekuensi yang digunakannya hal i

Akhirnya...Jurnalku...

Akhirnya..keputusan itu datang juga. Keputusan yang membuat aku merasa lega sekaligus kecewa. Tulisan untuk Jurnal Balairung yang selama ini aku perjuangkan selama berbulan-bulan, dinyatakan tidak layak untuk dimuat. Ada kesedihan mendalam dalam hati, namun bercampur dengan kelegaan yang luar biasa. Aku kecewa karena merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi dari teman-teman yang sudah berkomitmen membuat jurnal, aku kecewa karena ternyata aku telah gagal memenuhi deadline tulisan yang sudah disepakati, aku merasa kecewa karena harapan untuk melihat karya tulisanku dibukukan dalam sebuah jurnal, kini hanya tinggal kenangan. Meskipun demikian, ada baiknya juga masalah ini segera diselesaikan. Masalah yang membuat pikran ini merasa selalu terbebani. Bila dirunut dari awal. Sedari awal aku memang menemui banyak hambatan dalam menunaikan tugas ini. Masalah terbesar adalah motivasi. Aku dan partnerku mempunyai motivasi yang bertolak belakang. Dari awal partnerku sudah menyatakan ketidaksangg

Rinduku Pada Kalian...Teman...

Masa SMA memang sulit untuk dilupakan. Romansa inilah yang kini selalu kurindu-rindukan. Ya, Suasana yang menghadirkan pelbagai pengalaman hidup yang mungkin tidak akan kulupakan untuk selamanya. Dsing. mereka imasa inilah aku bertemu dengan teman=teman yang luar biasa. Hmm, mengingat kembali masa SMA, aku menjadi rindu. Aku rindu melihat celotehan konyol dari teman SMA yang rada gila, aku rindu untuk sekadar berkumpul ngobrol hal-hal yang terkadang tidak penting namun, tetap terasa menarik. Aku rindu hang out bersama mereka sekadar untuk menghabiskan waktu senggang. Sungguh indahnya… Namun, Masa itu kini tinggal kenangan. Aku kini meneruskan studi di Yogyakarta. Kota yang tidak menjadi referensi utama bagi teman-teman yang meneruskan jenjang belajar. Semuanya telah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang memilih langsung bekerja, ada yang tetap meneruskan jenjang pendidikan ke bangku kuliah, ada pula yang sudah membina rumah tangga. Kini setelah dua tahun berselang, hati

Bagaimana FPI bertindak ? (kasus FPI part.2)

Saudaraku yang budiman, sebelumnya jangan berpikiran negatif terlebih dahulu bahwa tulisan ini merupakan pembelaan terhadap FPI. Tulisan ini mencoba untuk mengungkap fakta yang sesungguhnya, fakta yang tidak pernah muncul di media. Bukankah kewajiban kita untuk menyampaikan kebenaran yang ada ? Dalam menjalankan usaha dakwahnya, FPI membagi daerah dalam dua tipologi. Tipologi tersebut adalah wilayah Amar ma’ruf dan Nahi Munkar. Apa yang dimaksud dengan wilayah amar ma’ruf dan nahi munkar ? Dalam sebuah orasinya, Habib Riziq menjelaskan Wil. Amar ma’ruf adalah wilayah yang didalamnya terdapat berbagai macam kemaksiatan. Namun, warga di daerah tersebut tidak risau dengan kemaksiatan yang ada. Pada wilayah seperti, menurut habib riziq merupakan tugas mereka untuk mengirimkan ustadz, juru dakwah agar terjadi perbaikan umat. Sedangkan wilayah nahi munkar adalah, wilayah yang didalamnya terdapat banyak keakan maksiatan. namun, warga sekitar tidak menginginkan kemaksiatan tersebut

Menyoal Realitas Media: Islam selalu disudutkan ? (Kasus FPI Part.1)

News is construct (berita adalah sebuah konstruksi). Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa realitas yang terdapat di media bukanlah cermin dari kejadian yang sesungguhnya (Mickelson, 1972 dalam Petterson, 2000 : 241). Mengapa bisa demikian ? hal ini disebabkan oleh ideologi yang digunakan oleh aktor yang berada di balik layar pembuatan berita ( ideologi media). Dalam proses pengumpulan, produksi, dan pengiriman berita, semua telah ditentukan dalam kebijakan redaksional institusi media yang bersangkutan. Oleh karena itu, ketika wartawan dikirim ke lapangan untuk mencari berita, pada hakikatnya dia tidak mengumpulkan fakta melainkan sebuah cerita (george H.Mead). Simpulan awal dari tulisan ini adalah jangan pernah berpikir media selalu menyajikan informasi yang sebenarnya. Setiap media mempunyai tujuan, setiap media mempunyai ideologi, tergantung ideologi apa yang ada di belakang mereka. Baru-baru ini kita disuguhi oleh pemberitaan berbagai media yang memberi porsi besar te